Sabtu, 24 Oktober 2009
CINTA SEMUSIM
Kusangka cinta berhenti mengembara
Kiraku cinta telah menunjuk satu arah
Meniti langakh menuju dermaga
Menanti kapal layar menuju laut lepas
Memenuhi rindu yang lama membekas
Angin utara berhembus terlalu cepat
Saat nahkoda belum siap bermain dengan ombak
Tiang layar terlalu rapuh untuk tak patah
Kami terasing di pulau serba asing
Sebagai orang asing di tengah orang asing
Berguru menati-nati langkah
Agar selamat hidup dalam cinta
Belumlah genap menegakkan tiang ramah
Menuai benih cinta yang telah tersemai
Langit telah mengangkat air laut
Hanyutkan kami menuju pulau baru
Pada rindu yang lama ingin dituju
Kiraku cinta telah menunjuk satu arah
Meniti langakh menuju dermaga
Menanti kapal layar menuju laut lepas
Memenuhi rindu yang lama membekas
Angin utara berhembus terlalu cepat
Saat nahkoda belum siap bermain dengan ombak
Tiang layar terlalu rapuh untuk tak patah
Kami terasing di pulau serba asing
Sebagai orang asing di tengah orang asing
Berguru menati-nati langkah
Agar selamat hidup dalam cinta
Belumlah genap menegakkan tiang ramah
Menuai benih cinta yang telah tersemai
Langit telah mengangkat air laut
Hanyutkan kami menuju pulau baru
Pada rindu yang lama ingin dituju
AKSARA MURKA
Langit telah muraka hari ini
Ini kali pertama. Ia tunjukkan padaku
Entah persebab apa kiranya perkara
Entah disebab apa aku salah
Kutukan telah ia hujani ke tubuhku
serta makian mematuk-matuk telingaku
Kemurungan wajah tampak deru nyala
Seringai garang liar membunuh waktu
Dalam hari makin beku makin membatu
Alampun bergerak dalam marah
Membakar semua amarah aksara murka
Bergebu pusaran ombak laut tak setara
Badai topan mencabik-cabik gurun sahara
Hidup yang tiada kira terhina
Dicabik cambuk. Pecutan bara api
Kau aksara murka!
Telan aku jika kau mampu
Todak dia, tidak juga mereka
Tapi aku, aku yang juga murka
Biar kita mati bersama esok hari
Ini kali pertama. Ia tunjukkan padaku
Entah persebab apa kiranya perkara
Entah disebab apa aku salah
Kutukan telah ia hujani ke tubuhku
serta makian mematuk-matuk telingaku
Kemurungan wajah tampak deru nyala
Seringai garang liar membunuh waktu
Dalam hari makin beku makin membatu
Alampun bergerak dalam marah
Membakar semua amarah aksara murka
Bergebu pusaran ombak laut tak setara
Badai topan mencabik-cabik gurun sahara
Hidup yang tiada kira terhina
Dicabik cambuk. Pecutan bara api
Kau aksara murka!
Telan aku jika kau mampu
Todak dia, tidak juga mereka
Tapi aku, aku yang juga murka
Biar kita mati bersama esok hari
Minggu, 18 Oktober 2009
Meniti kenangan bersama hujan
Titik-titik kenangan
Yang telah kita ukir bersama hujan
di kemarin hari
Takkan kering selaras hilangnya
tetes embun kemarin sore
Nama kita akan terukir indah di dinding sekolah
Terlipat rapi di jaket sekolah
Yang tersimpan dalam lemari
tetap menyimpan mimpi-mimpi kita
Meski musim mengganti lembar daun
yang gugur kemarin
Atau dinding mengganti warna,menutupi
senda tawa dan canda
Tarian hujan saat jam pelajaran
Serta nyanyian yang kita nyanyikan bersama
Selalu terukir di bangku sekolah
Alunan guru karena kita telat masuk kelas
Hukuman karena badan kita basah kuyup
Tetap tertulis di papan tulis
Bersama janji masa depan
Kita tanggalkan almamater di pintu gerbang
Kelak kita berjumpa dalam impian
Langganan:
Postingan (Atom)